Minggu, 23 Oktober 2011

Opini Pembahasan Korupsi Dalam Negeri

BAB 1
1.1 Latar Belakang Masalah

Persoalan korupsi merupakan persoalan yang sangat rumit. Dari tahun ke tahun sejak tahun lima puluhan, masalah korupsi di Indonesia tidak pernah sepi dari pembicaraan perdebatan usaha memperbaharui perundang-undangan. Bahkan muncul rasa putus asa untuk memberantasnya. Para penegak hukum yang kehilangan akal dalam memikirkan dari mana mulai suatu penindakan. Semakin didalami dan ditelusuri, semakin nyata seperti menelusuri tali yang panjang yang pada akhirnya mencengangkan semua orang bahwa di ujung tali tersebut ternyata tersangkut hampir semua elite politik, pengusaha, dan petinggi hukum. Ternyata mereka yang selama ini rajin menggugat koruptor terlibat dalam kisaran puting beliung korupsi.














1.2 Identifikasi Masalah
1. Apakah Unsur-Unsur Korupsi ?
2. Bagaimana Upaya Penanggulangan dan pemberantasan korupsi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya Unsur-Unsur Korupsi
2. Untuk mengetahui Upaya Penanggulangan dan pemberantasan korupsi
1.4 Kegunaan
Hasil Makalah ini diharapkan mempunyai kegunaan
1. Untuk memberikan pemahaman tentang Unsur-Unsur delik korupsi
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya kepada praktisi tentang pencegahan korupsi .
3. Diharapkan dapat mendewasakan para penegak hukum dan praktisi hukum untuk berpikir analistis, objektif dan relative, mampu mewujudkan aspirasi masyarkat dalam mencari keadilan.







1.5 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) hasil amandemen ke empat yang menyebutkan “ Negara Indonesia adalah Negara hukum “(Rechtstaat) berarti bukan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) sehingga melahirkan konsep negara hukum Indonesia.
Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen keempat disebutkan pula “Kekuasaan Kehakiman merupakan keuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan guna menegakan keadilan guna menegakan hukum dan keadilan” berarti negara hukum (Rechsstaat) pada dasarnya bertumpu pada sistem kontinental Romawi-Jerman yang disebut “Civil law system”. Salah satu ciri utama dari sistem hukum ini adalah melakukan pembagian dasar ke dalam hukum perdata dan hukum publik.
Dengan konsepsi Indonesia sebagai negara hukum, maka mendorong pemerintah Indonesia untuk membentuk suatu peraturan di segala bidang yang bersifat mengatur maupun memaksa. Dalam konsepsi negara hukum segala masalah yang ada harus diselesaikan dengan mengacu kepada aturan-aturan hukum. Salah satunya dalam hal pemberantasan korupsi yaitu UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah oleh UU No 20 Tahun 2001.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan di tambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur masalah suap ada dalam Pasal 5, Pasal 6 Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 :
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang isinya :
Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :
a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. Member sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Ayat (2) bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hurup a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

















Selain konsepsi negara hukum mendorong pemerintah untuk membuat peraturan perundang-undangan untuk mencapai kepastian hukum, Pemerintah juga harus melaksanakan Good Governance. Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada system pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah, sector swasta, dan masyarakat madani (Civil Society).
Aspek fundamental dalam perwujudan Good Governance, yaitu :
1. Partisipasi
2. Penegakan hukum
3. Transparansi
4. Responsive
5. Orientasi kesepakatan
6. Keadilan
7. Efektifitas dan efisiensi
8. Akuntabilitas
9. Visi strategis









BAB II
OPINI DAN PEMBAHASAN






















2.1 Opini dan Pembahasan
Dalam khazanah ilmu hukum suatu perauran perundang-undangan dapat diakui eksistensinya bila ia mempunyai keabsahan dari sisi landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Selain itu dalam ilmu hukum kita mengenal suatu kaedah, kaedah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakuan atau bersikap tindak dalam hidup. Apabila di tinjau bentuk hakekatnya, maka kaedah merupakan perumusan suatu pandangan (oordeel) mengenai perikelakuan atau sikap tindak. Setelah sebelumnya membicarakan masalah eksistensi hukum dan kaedah hukum maka itu semua menjurus kearah tujuan hukum karena ada pernyataan Ubi Soceitas ibi ius dimana ada masyarakat disitu ada hukum sampai sekarang masih relevan dipakai. Hukum berfungsi sebagai pedoman bagi setiap orang untuk bertingkah laku mengingat masyarakat adalah sebuah game dengan peraturan-peraturan yang dibuat sebelumnya dan pada gilirannya memungkinkan kejelasan mengenai apa yang dapat diharapkan dari setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap orang.
Contohnya dalam kasus korupsi Al-Amin Nasution, Dalam hal ini kasus Al-amin Nasution yang ditangkap di bar lounge Ritz Carton, Al-amin ditangkap oleh tim penyidik KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pengalihan fungsi lahan hutan lindung yang akan diubah menjadi perkantoran pemerintah kabupaten Bintan. Usulan itu terkendala izin menteri kehutanan MS Kaban, pertemuan Azirwan dengan Amin yang menjabat sebagai anggota komisi IV DPR RI yang membidangi masalah kehutanan , diharapkan dapat memperlancar proses perizinan. Sebelum melakukan pertemuan dengan Azirwan (sekda Bintan) melakukan percakapan lewat telepon yang disadap oleh tim penyidik KPK bahwa dalam percakapan itu Amin dijanjikan imbalan sebesar 3 miliar. Pada saat ditangkap, Tim KPK hanya menemukan uang Rp 71 juta yang kini dijadikan alat bukti. Untuk memperkuat bukti-bukti KPK melakukan penggeledahan di DPR RI komisi IV tepatnya ruangan kerja Al-amin Nasution.


Dari hasil penggeledahan diruang kerja Al-amin Nasution disita barang bukti berupa :
1. Satu bendel foto copy pengeluaran bulan agustus melalui rekening mandiri NYZHA dengan catatan asli dan stabilo.
2. Satu bendel foto copy berita acara hasil pengkajian dan pembahasan tim terpadu perubahan fungsi atau peruntukan kawasan hutan ( alih fungsi kawasan hutan untuk pembangunan Bandar Sri Bintan dan pengembangan kawasan wisata terpadu di pulau Bintan.
3. Satu bendel foto copy laporan singkat rapat komisi IV tanggal 4 juli 2007, tentang penjelasan menteri kehutnan RI mengenai rencana alih fungsi dan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi lainnya.
Dari pembahasan sebelumnya bahwa ketua KPK Antasari Azhar mengemukakan bahwa Al-amin Nasution diduga melakukan tindak pidana korupsi. Untuk memperkuat pernyataan tersebut penulis memaparkan terlebih dahulu definisi tentang korupsi yaitu
Joseph S. Nye memberikan definisi korupsi sebagai :
Tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar beberapa tingkah laku pribadi.











2.2 Upaya Penanggulangan dan pemberantasan korupsi

Pemberantasan korupsi tidak berhenti tetapi seolah – olah jalan di tempat dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat karena korupsi tampaknya tidak mereda sehingga beberapa pakar turut memikirkan agar korupsi tersebut diberantas. Pendapat para pakar antara lain sebagai berikut :
a. Teten Masduki, Koordinator Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch berpendapat bahwa korupsi hanya dapat diberantas kalau sebagian masyarakat dilibatkan. Artinya, masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan informasi dan mengadukan pejabat negara yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Negara melindungi masyarakat yang melaporkan.
b. Selo Soemarjan berpendapat bahwa korupsi itu ibarat pelacuran. Bagaimana dapat diberantas kalau mereka ikut menikmatinya.
c. Daniel S. Lev, ahli politik dari Amerika Serikat berpendapat bahwa pemberantasan korupsi yang sudah mengakar sejak demokrasi terpimpin, tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya reformasi institusional terlebih dahulu. Penggantian pemerintahan tidak akan banyak bermanfaat jika konstitusi pemerintah yang ada masih seperti yang lama.
d. pemerintah harus menanamkan budaya Clean Government dan Good Governance sedangkan untuk pemberantasan korupsi yang paling tidak mewakili maksud dari pakar hukum yang pada intinya menyatakan bahwa memberantas korupsi harus dicari penyebab terlebih dahulu, kemudian penyebab itu dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan ( peningkatan kesadaran hukum ) masyarakat disertai dengan tindakan refresif ( pemidanaan).












BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
1. Bahwa Al-amin Nasution dan Azirwan telah melanggar(Unsur-Unsur telah terpenuhi) Pasal 5 UU No 31 Tahun 1999 yang sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, untuk itu keduanya diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 250.000.000 ( dua ratus lima puluh juta rupiah).
2. Bahwa untuk penaggulangan maka pemerintah harus menanamkan budaya Clean Government dan Good Governance sedangkan untuk pemberantasan korupsi yang paling tidak mewakili maksud dari pakar hukum yang pada intinya menyatakan bahwa memberantas korupsi harus dicari penyebab terlebih dahulu, kemudian penyebab itu dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan ( peningkatan kesadaran hukum ) masyarakat disertai dengan tindakan refresif ( pemidanaan).
3.2 Saran-Saran
1. Bahwa dalam pencegahan tindakan pidana korupsi tidak hanya menanamkan budaya Clean Government tetapi harus di dukung juga dengan budaya masyarakat yang anti korupsi bukan saja yang tercantum dalam Pasal 41 UU No 31 Tahun 1999 yang sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.









Daftar Pustaka:
http://blogduniashare.blogspot.com
http://wikipedia.org/id
http://lintasberita.com

0 komentar:

Posting Komentar

Get cash from your website. Sign up as affiliate.

Visitor

free counters

Followers

 
Copyright 2011 @ Dunia Share | Free Software | Crack | Game | Office | Anti Virus | Security | Music | Etc!
Design by Dunia Share | Powered by Dunia Share